06 November
2015 20:43:20
Pernah membaca
article tulisan Bang Nasr di kompasiana.com mengenai nasib guru Diniyah beliau mengutip
kehidupan guru Dinyah di DKI Jakarta yang sungguh memilukan dan pemda pun belum
berpihak.
Alhamdulillah,
walau belum maksimal di Kabupaten Bandung mereka baru digaji Pemda dari
anggaran dana hibah sebesar Rp. 308.400 per semester atau Rp 51400/ bulan .
Mungkin ada yang ditambahi lebih dari itu, tergantung kebijakan Yayasan
pengelola, namun paling banter hingga Rp. 200.000 per bulanya. Namun apakah
cukup untuk kebutuhan pokok hidup di Kabupaten Bandung sebesar itu? Jelas tidak
cukup. Kehidupan layak yang dituntut buruh di Kabupaten Bandung (lajang) saja
Rp. 2.3 juta perbulan, Apalagi bila sudah berkeluarga dan punya seorang anak.
Pasti tidak mencukupi untuk kehidupan pokok (primer).
Madrasah Diniyah (MD) kebanyakan adalah sekolah yang didirikan oleh swadaya
masyarakat yang mengajarkan anak-anak membaca dan mengenal bahasa Arab,
Al-Qur'an, shalat, fikih, tauhid, hadits dan lain sebagainya sebagai ajaran
dasar keilmuwan Islam. Pelajaran ini tentu saja tidak ada di sekolah umum, baik
negeri maupun swasta, kalaupun ada tidak sepenuhnya mengajarkan semua ilmu-ilmu
agama Islam. MD inilah yang menjadi basis pengajaran moral dan akhlakul karimah
anak didik. Coba tengok, tawuran antar pelajar bahkan antar mahaisiswa yang
marak terjadi adalah kuncinya karena moralitas atau akhlakul kairimah mereka
tidak ada. Mustahil seorang anak yang bermoral baik, dia mau melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan ajaran agama, karena takut ‘dosa’, yang sejak dini
diajarkan oleh MD. Rasa ‘takut berdosa’ ini merupakan modal awal bagi seseorang
yang akan menuntun jalan hidup mereka ke depan bila hidup bermasyarakat atau
menjadi pejabat. Boleh jadi para pejabat yang menjadi koruptor karena tidak
diajarkan ‘rasa berdosa’ sejak kecil sehingga dalam prinsip hidupnya yang ada
adalah bagaimana menumpuk harta kekayaaan walaupun dengan berbuat dosa
(korupsi).
Madrasah Diniyah (biasanya terdiri dari 3 tingkatan. MD Takmiliyah Awaliyah, MD
Al-Wustha dan MD Al-Ulya). Waktu belajarnya biasanya pada sore/petang, karena
rata-rata peserta didiknya adalah anak SD bagi Awaliyah, Wustha bagi SMP dan
Ulya bagi SMA. Semakin tinggi tingkatannya biasanya semakin ‘sepi’ alias tidak
ada muridnya. Bahkan sejak MD Awaliyah saja sudah tidak sedikit muridnya karena
orang tua yang kurang perhatian kepada pendidikan agama.
Saya sangat merasakan hal tersebut, karena saya mengelola sebuah MD bagi kaum
dhuafa, yang SPP-nya perbulan cuma Rp. 10 ribu. Gak sampe gopek sehari.. Itupun
bagi yang yatim digratiskan dan juga bagi yang dhuafa. Sudah segitu murah juga
masih banyak para orang yang main kucing-kucingan (maksudnya tidak mau membayar
SPP bulanannya walau mampu). Berdasarkan pengalaman mengelola Yayasan, saya
tahu betul sikap orang tua yang kurang memperdulikan pendidikan diniyah pada
anak-anaknya walau ada juga yang sangat peduli dan merasa berterima kasih pada
pengelola. Berbeda dengan pendidikan TK bagi anak-anaknya, walau mahal bayarnya
(rata-rata diatas Rp. 100 ribuan, bahkan ada yang lebih) namun tetap dibelain
walau berhutang anak sekolah TK tersebut. Makanya, biasanya guru-guru MD yang
sewot bila mendapatkan orang tua yang pura-pura begitu (tidak mau atau masa
bodo soal bayaran bulanan). Kami selaku pengelola selalu mengingatkan saja,
biarkan saja karena toh kita niatnya memang mencari pahala dari Allah swt. Biar
kecil di mata manusia, insya Allah besar di mata Allah nanti di akherat..
Sebagai pengelola memang harus memutar otak untuk memberikan tambahan di luar
gaji seperti sembako (biasanya kalau ad donator kami berikan beras, atau sembako lainnya
seperti mie, dan kebutuhan dapur lainnya. Tapi itupun tidak rutin). Karena
kalau hanya mengandalkan dari iuran SPP bulanan anak-anak MD, pasti tidak
mencukupi. Ini pengalaman saya sendiri yang menjadi pengelola. Pengelola harus
pandai mencarikan jalan keluar soal keuangan ini. Mereka saya gaji Rp. 100
ribuan. Sudah ada rencana mau naikkan menjadi Rp 200 ribu, karena merasa
prihatin dengan nasib mereka.
Pemerintah, dalam hal ini Dinas Kementerian Agama memang ada memberikan bantuan
kepada guru diniyah. Biasanya per-6 bulan. Namun, tidak semua guru. Rata-rata
di setiap MD ada 6 orang guru, dan mendapat bantuan paling-paling 1 atau 2 orang
guru saja. Nanti biasanya pengelola membagi rata bantuan tersebut kepada semua
guru-guru.
Penulis mengakui Selama ini baru Provinsi Jawa Barat yang sudah memberikan
bantuan kepada Guru Diniyah di Provinsi tersebut yang berjumlah 20 ribu-an
orang guru diniyah sebesar Rp 100 ribu perbulan. Pemda lain juga sudah ada yang
memberikan bantuan yang sama seperti Jawa Timur, Riau dan Kalimantan. Namun,
masih banyak Pemda Provinsi yang masih belum ‘care’ kepada nasib guru diniyah
ini.
Ada kabar gembira dari Bupati Bandung H.
Dadang M Naser bahwa untuk Tahun 2016
Anggaran dana hibah untuk operasional
guru Diniyah akan dinaikan semoga ini menjadi sinyal gembira bagi para guru
diniyah untuk lebih ikhlas lagi mengajar anak-anak didik masa depan pemimpin
bangsa yang bermoral sehingga ‘dapur’ mereka tetap ngebul walau tidak melimpah,
asal cukup kebutuhan pokok layak sebagaimana yang lainnya.
Segera bantu mereka.
Wassalam,